Selama jadi anak rantau di Pulau Batam aku banyak mengunjungi tempat indah yang tersebar di sekitar Kepulauan Riau salah satunya adalah Pulau Bintan. Menuju ke Pulau ini harus menyeberang dengan menggunakan kapal roro dari pelabuhan Punggur menuju ke Pelabuhan Tanjung Uban untuk kemudian dilanjutkan melalui jalan darat menuju berbagai tempat wisata seperti kawasan Lagoi atau Pantai Trikora.
Ada yang menarik dari perjalanan kami
dari Pelabuhan Tanjung Uban menuju Kawasan Lagoi. Di tengah perjalanan kami menemukan
warung kecil di tepi jalan yang menjual otak – otak dan Sate Gonggong. Warung tersebut sangat sederhana tapi hampir setiap orang yang melintas di sepanjang jalan akan mampir untuk membeli makanan unik ini. Kadang beberapa di antaranya harus rela mengantri. Tulisan berwarna merah dengan ukuran cukup besar menarik minat wisatawan berhenti untuk mencicipi atau melihat proses pembuatan sate atau otak - otak oleh makcik iyam, si pemilik warung.
Letak warung tidak jauh dari pantai Sekilak yang cukup ramai oleh pengunjung jika hari libur. Menurut makcik Iyam, penghasilanya berjualan sate gonggong sangat tergantung dengan kondisi laut. Jika air sedang pasang maka hasil melaut sang suami untuk mencari gonggong akan berkurang, karena itulah mereka membuat tempat khusus untuk meletakkan gonggong hidup hasil tangkapan agar selalu segar, manis dan gurih jika hendak dibuat sate.
Letak warung tidak jauh dari pantai Sekilak yang cukup ramai oleh pengunjung jika hari libur. Menurut makcik Iyam, penghasilanya berjualan sate gonggong sangat tergantung dengan kondisi laut. Jika air sedang pasang maka hasil melaut sang suami untuk mencari gonggong akan berkurang, karena itulah mereka membuat tempat khusus untuk meletakkan gonggong hidup hasil tangkapan agar selalu segar, manis dan gurih jika hendak dibuat sate.
By the way dari tadi aku menulis tapi kalian tau gonggong gaakkkk? Itu bukan daging anjing lhooo karena disebut gonggong hihihi
Gonggong adalah kerang berwarna putih
bersih yang hidupnya di laut. Daging kerang ini
manis dan juga gurih. Biasanya aku hanya makan gonggong rebus yang
dicolek dengan sambal terasi atau saus. Namun kali ini dibuat sate.
Cara membuatnya setelah gonggong dicuci bersih dari pasir dan kotoran lalu diambil bagian dalam dengan mencungkil hmmm .... apa ya kalimat yang bagusnya? di tarik dengan menggunakan garpu kecil yang jerujinya tinggal satu yakni bagian tengah. Gunanya sih supaya lebih mudah karena terkadang daging gonggong menempel erat dengan bagian badannya. Setelah terkumpul banyak lalu dicuci bersih lagi untuk kemudian dicampur dengan bumbu yang sudah diulek yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabai, kunyit, jahe, lengkuas. Setelah didiamkan beberapa saat lalu mulailah menyusun potongan gonggong pada tusuk sate. Satu tusuk berkisar antara lima - enam buah gonggong. Pembakaran yang dibuat dari batok kelapa dan arang yang sudah menjadi bara siap untuk membakar sate. Aroma lezat langsung memancar sesaat suami makcik Iyam mengipasi puluhan sate yang berjejer rapi.
Sebagai pelengkap, sate ini beda dengan sate pada umumnya karena tidak menggunakan bumbu kacang atau kecap melainkan sambal cair yang terdiri dari cabai, bawang putih, bawang merah dan sedikit jahe yang lumayan pedas.
Cara membuatnya setelah gonggong dicuci bersih dari pasir dan kotoran lalu diambil bagian dalam dengan mencungkil hmmm .... apa ya kalimat yang bagusnya? di tarik dengan menggunakan garpu kecil yang jerujinya tinggal satu yakni bagian tengah. Gunanya sih supaya lebih mudah karena terkadang daging gonggong menempel erat dengan bagian badannya. Setelah terkumpul banyak lalu dicuci bersih lagi untuk kemudian dicampur dengan bumbu yang sudah diulek yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, cabai, kunyit, jahe, lengkuas. Setelah didiamkan beberapa saat lalu mulailah menyusun potongan gonggong pada tusuk sate. Satu tusuk berkisar antara lima - enam buah gonggong. Pembakaran yang dibuat dari batok kelapa dan arang yang sudah menjadi bara siap untuk membakar sate. Aroma lezat langsung memancar sesaat suami makcik Iyam mengipasi puluhan sate yang berjejer rapi.
Sebagai pelengkap, sate ini beda dengan sate pada umumnya karena tidak menggunakan bumbu kacang atau kecap melainkan sambal cair yang terdiri dari cabai, bawang putih, bawang merah dan sedikit jahe yang lumayan pedas.
Di sini harga sate gonggong
dijual Rp 1.500/tusuk dan otak – otaknya Rp 1.000/buah. Kami bisa memesan otak
– otak yang dibuat dari kerang ataupun cumi dengan rasa asli tanpa campuran
apapun. Hm, rasanya ...... mantaappppppp
Semoga pengalaman kulinerku di Pulau Bintan ini bisa jadi referensi bagi siapa saja yang sedang jalan - jalan ke Pulau Bintan dan sekitarnya. Bagi masyarakat melayu makanan ini merupakan salah satu ciri khas yang sering dijadikan referensi sebagai oleh - oleh.
Semoga pengalaman kulinerku di Pulau Bintan ini bisa jadi referensi bagi siapa saja yang sedang jalan - jalan ke Pulau Bintan dan sekitarnya. Bagi masyarakat melayu makanan ini merupakan salah satu ciri khas yang sering dijadikan referensi sebagai oleh - oleh.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar