Girl Next Door
Sudah tiga hari ini aku mendengar suara aneh yang keluar dari kamar atas
rumah tetangga sebelahku. Jika malam hari suara isakan perempuan
sering terdengar lirih. Berulang kali kuyakinkan diri jika itu cuma
ilusiku semata tapi tadi malam suara itu terdengar lagi dan kali ini
lebih keras. Hampir dini hari aku baru bisa memejamkan mata karena suara
itu tidak juga hilang.
Setelah dua tahun rumah itu kosong kini sudah hampir sebulan ada
penghuni baru yang menempatinya. Sejak pindah tak ada satupun dari
mereka memperkenalkan diri pada lingkungan sekitar. Pintu rumah selalu
tertutup seakan rumah itu tak berpenghuni. Rumput liar yang tumbuh
dihalaman dibiarkan tumbuh subur hingga berantakan. Jika malam hari
rumah itu jadi tambah seram karena mereka tidak menyalakan lampu teras.
“ Sebenarnya tetangga kita itu siapa sih, ma ?” tanyaku saat sedang sedang sarapan.
“ Mama juga gak tahu, mereka gak pernah keluar rumah memang ada apa ?” tanya mama balik.
“ Gak ada apa – apa. “
Rumah lantai dua bercat abu – abu itu tampak sepi. Aku sengaja berdiri
di balkon kamarku untuk melihat siapa yang tinggal disana. Hampir satu
jam menunggu tak satupun orang yang keluar. Baru saja aku akan bangkit
untuk masuk tiba – tiba saja pintu rumah itu terbuka lalu muncul seorang
gadis yang tampaknya seumuran denganku keluar dengan memakai baju
sweater tebal. Ia membuang sesuatu ke tempat sampah lalu buru – buru
masuk kembali dan mengunci pintu. Apa dia yang menangis semalam ?
Malam ini kuberanikan diri untuk duduk lagi di balkon berharap gadis
yang tadi siang keluar lagi. Aku akan mencoba untuk menyapanya. Siapa
tahu dia bisa jadi teman baruku tapi sampai jam sepuluh malam dan aku
sudah kedinginan ia tidak juga muncul. Akhirnya kuputuskan untuk masuk
dan tidur.
***
Sudah hampir dua jam hujan deras turun dari langit disertai petir yang
menyambar seperti sengatan listrik. Orang tuaku sedang pergi ke Bandung.
Kak Rio belum pulang kerja dan mbak Inah sejak tadi sore sudah masuk
kamar. Jam di dinding menunjukkan hampir jam dua belas malam. Baru saja
aku akan mematikan lampu kamar ketika Brakk …. Suara keras tiba – tiba
terdengar dan jendela kamarku terbuka lebar. Aku kaget dan mundur ke
belakang beberapa langkah. Angin yang masuk berhembus kencang membuat
bulu kudukku merinding. Untuk sesaat aku hanya terpaku bak patung lalu
dengan perasaan takut aku mencoba menarik daun jendela yang terbuka dan
detik itulah aku melihat sesosok tubuh berdiri di halaman sebelah rumah.
Sosok itu tinggi besar memakai jubah besar dan kini sedang menatapku
dengan pandangan menyeramkan. Reflek ku banting jendela dan menjerit
lalu berlari turun ke kamar mbak Inah yang terletak di lantai bawah. Ia
kaget melihat tampangku yang pucat karena ketakutan. Setelah minum
segelas air putih aku baru bisa sedikit bernafas. Ya, Tuhan mahluk
apakah yang barusan kulihat ?.
“ Ada hantunya kali rumah disebelah lo, Sha !” bisik Tika usai aku bercerita tentang kejadian semalam.
“ Tapi kalo ada hantunya kok cewek yang tinggal disitu gak takut ya “ gumamku.
“ Dia belum dikasih lihat kali “
“ Jangan – jangan suara tangis yang gue dengar tempo hari juga suara hantu hii sereem “ ujarku bergidik.
Siang yang panas saat aku pulang sekolah dan melihat gadis tetanggaku berada di pintu pagar. Aku bergegas menghampirinya.
“ Hai, aku Shasi ! rumahku disebelah rumah kamu “ sapaku ramah.
Ia menatapku aneh lalu buru – buru menundukkan kepalanya.
“ Kamu jarang kelihatan.” Lanjutku.
“ Aku Maya, maaf aku harus masuk !” ujarnya singkat lalu pergi meninggalkanku dan buru – buru menguci pintu dari dalam.
“ Orang yang aneh !” gumamku.
Aku tidak tahu kenapa aku begitu penasaran dengan keluarga yang tinggal
di sebelah. Melihat wajah Maya yang aneh tadi aku merasa seperti ada
yang disembunyikannya. Aku ingin sekali berkenalan dengannya karena
sepertinya ia tidak mempunyai teman.
“ Hai Maya !” teriakku dari balkon saat kulihat jendela kamar atas
rumahnya terbuka dan melihatnya sedang menyapu. Ia tersenyum tipis lalu
buru – buru menutup tirai jendela. Sebenarnya ada apa sih dengannya ?
apa wajahku mirip hantu hingga ia tidak mau membalas sapaanku.
Karena penasaran yang begitu kuat aku memberanikan diri mendatangi
rumahnya dengan membawa sekotak kue. Hingga ketukan ketiga tak satupun
ada yang keluar. Baru saja aku akan mengetuk lagi pintu sudah terbuka
dan muncullah Maya yang kaget melihat kedatanganku.
“ Aku boleh masuk ?” tanyaku.
Dia terdiam lama.
“ Kalo gak boleh gak apa – apa , aku cuma mau mengantarkan ini “ ujarku seraya memberikan sekotak kue bolu.
“ Masuklah !” jawabnya pelan seraya membukakan pintu dan menyuruhku duduk di ruang tamu.
Rumah itu tampak sepi dan tak terlalu banyak barang. Tak berapa lama
Maya datang membawa segelas air putih dan beberapa potong kue bolu yang
tadi kubawa.
“ Kok sepi banget, orang tua kamu kemana ?” tanyaku
“ Mereka sedang pergi ?” jawabnya singkat.
Sebenarnya aku ingin sekali bertanya siapa yang suka menangis jika malam
hari. Atau apakah ia mempunyai saudara sesuai dengan sosok seram yang
tempo hari kulihat. Tapi sepertinya ia tidak nyaman dengan kehadiranku
itu terlihat karena tak sepatah katapun keluar dari bibirnya sejak aku
datang. Mungkin sosok yang tempo hari kulihat dan tangisan yang kudengar
cuma ilusiku belaka atau benar – benar hantu dan hanya aku yang
diganggu.
***
bersambung
Majalah Kawanku 2009
Tidak ada komentar :
Posting Komentar