Jumat, 06 Desember 2013

Wisata Pantai Melur, Pulau Galang





Main ke pantai lagi yuukssss ……
Pantai kali ini adalah Pantai Melur, Pulau Galang yang terletak di Jembatan 5 Barelang. Pantai ini hanya berjarak satu kilometer dari Kampung Vietnam dan jaman dahulu sempat di lalui para pengungsi dari Vietnam kala konflik perang saudara di negara tersebut meletus. Masyarakat pulau Galang menyebut pengungsi Vietnam dengan sebutan “ Manusia Perahu”.  


Rabu, 04 Desember 2013

Wisata Kampung Tua Melayu





Kali ini aku dan teman – teman kembali menyusuri sebagian kampung tua yang berada di Batam.  Kampung ini bernama Kampung Tua Melayu yang termasuk dalam kelurahan Batu Besar, Nongsa. Menurut cerita orang yang pertama kali menetap dan membuka lahan pada kampung ini adalah M. Akib seseorang yang berasal dari Malaka, Malaysia.  Hingga akhir hayatnya beliau meninggal dan dimakamkan di kampung ini. Anak keturunan,  kerabat dan saudara yang tersisa masih setia menetap sebagai penduduk asli.  Saat ini pendatang dari berbagai daerah sudah menjadi bagian dari penduduk. Kebanyakan dari mereka berasal dari Tanjung Uban, Pulau Ngenang, Pulau Bintan atau daerah lainya di sekitar kepulauan Riau. 

Gapura
Kampung ini tidak jauh berbeda dengan kampung tua lainya. Di pintu masuk juga terdapat pigura yang menandakan keberadaanya. Masuk lebih dalam akan banyak di temukan deretan rumah penduduk bergaya sederhana atau modern. Terlihat banyak orang tua yang sedang duduk merajut jaring untuk menangkap ikan dan  anak - anak yang tampak riang bermain bersama. Pohon kelapa yang bertebaran menghiasi sepanjang jalan. Sekolah dasar, klinik, balai desa hingga mesjid  tersedia sebagai sarana bagi penduduk. 
 
Pemukiman penduduk

Pemukiman penduduk

Mesjid

Keceriaan anak - anak

Pada bagian tengah kampung terdapat cagar budaya berupa rumah adat yang disebut Rumah Melayu Limas Potong.  Rumah ini menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan yang ingin berkunjung dan dibangun sesuai ciri khas tanah melayu. Pada bagian atasnya terdapat profil lebah bergayut . Di bagian depan terdapat tangga yang menhubungkan dengan balkon. Rumah ini berbentuk rumah panggung yang memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dari permukaan tanah. Dinding rumah terbuat dari papan yang disusun dan di cat berwarna coklat muda lengkap dengan jendela yang dihiasi ukiran khas melayu. Pilar bagian depan rumah di cat berwarna putih. Halaman samping di tumbuhi rumput hijau dan di halaman depan terdapat rimbunan bunga aneka warna. Rumah ini dikelilingi pagar pendek  besi namun tidak dalam keadaan terkunci sehingga pengunjung hanya perlu mendorong untuk membukanya. 

Obyek Wisata


Rumah Limas Potong
Rumah tampak samping
Rumah tampak belakang

Di ujung kampung ini terdapat pantai yang cukup dikenal bagi penduduk pulau Batam yaitu Pantai Melayu. Pantai ini biasanya ramai jika akhir pekan atau hari libur. Tiket masuk hanya Rp 5.000/orang dan sudah bisa menikmati sajian live music berupa organ tunggal pada panggung yang tersedia.  Pengelola pantai sengaja membangun banyak gazebo sebagai tempat berteduh dengan menyewa Rp 25.000.  Penyewaan ban juga tersedia untuk anak – anak yang ingin berenang. Beberapa perahu nelayan tampak bersandar di sekeliling pantai. Perahu ini jika hari libur sering di sewa pengunjung untuk berkeliling ke seputaran pantai. Sangat menguntungkan karena bisa menjadi lahan tambahan baru bagi penduduk sekitar. 

Suasana Pantai Melayu

Suasana Pantai Melayu

Deretan perahu nelayan

Agak disayangkan kebersihan pantai ini kurang terjaga. Terlihat tumpukan sampah dan reruntuhan sabut dan pohon kelapa di berbagai sudut.  Saat berenang agak ketengah dapat ditemukan kerang berbagai bentuk yang unik dan bisa dibawa pulang sebagai hiasan. Meski begitu pantai ini tetap menjadi salah satu tenpat wisata yang banyak dikunjungi karena letaknya tidak terlalu jauh dari pusat kota Batam.



Senin, 02 Desember 2013

Rusunawa BPJS Ketenagakerjaan Bumi Lancang Kuning



Times go by so quickly …  ternyata hampir dua tahun aku menjadi anak rantau. Pernah sih terpikir jadi anak kos yang tinggal jauh dari orang tua tapi pengenya di seputaran pulau Jawa supaya bisa mudik sesuka hati. Siapa dinyana tawaran justru datang dari seberang samudra yang jauhnya ratusan kilometer yaitu Pulau Batam.  Saat itu yang kutahu tentang  Batam hanya kota industri, pasar bebas dan biaya hidup yang serba mahal.
Tanggal 23 Januari 2012 aku tiba di bandara Hang Nadim, Batam di jemput oleh Chandra, adikku. Hari itu bertepatan dengan Imlek alias tahun baru cina jadi ia membawaku keliling kota untuk melihat banyak lampion yang bertebaran karena hampir sebagian besar pertokoan dan kawasan bisnis disini dimiliki oleh warga keturunan cina. aku juga di ajak menikmati kota Batam dari dataran tinggi yang biasa disebut Bukit Senyum.
Kamis, 21 November 2013

Wisata Kampung Tua Teluk Mata Ikan



Jalan – jalan kali ini aku dan teman – teman mengunjungi kampung tua yang berada di  Pulau Batam. Menurut data statistik pemerintah kota, Pulau Batam memiliki sekitar 36 kampung tua. Kampung ini sudah berdiri puluhan tahun silam sebelum kota Batam ramai dan sukses seperti sekarang. Penghuni kampung ini kebanyakan warga melayu asli yang satu sama lainya masih terikat kekerabatan.  Sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai nelayan.  Hasil laut yang mereka dapat akan di tampung untuk dijual ke seputar pasar dan supermarket di sekitar Batam.
Rabu, 20 November 2013

Keindahan Mesjid Raya Batam


Setelah hampir dua tahun menetap di kota Batam baru kali ini aku mengunjungi mesjid terbesar yang terdapat disini yaitu Mesjid Raya Batam. Mesjid ini lumayan jauh dari tempat kos karena letaknya di pusat kota yaitu Batam Center. Hari itu aku dan Dina ingin melaksanakan sholat Idul Adha sekaligus melihat proses pemotongan kurban. Perjalanan menggunakan motor menghabiskan waktu 30 menit dan kamipun memarkir kendaraan di depan mesjid. Hujan yang mulai turun membuat pihak mesjid meminta seluruh jamaah untuk masuk ke dalam.
Kamis, 31 Oktober 2013

Liputan konser NOAH, Grand Ballroom Swiss-Bel Hotel, Batam




Hepii banget karena akhirnya aku berhasil mendapatkan tiket untuk menyaksikan Konser NOAH yang bertajuk “ REBORN”. Konser diadakan di Grand Ballroom Swiss-Bel Hotel, Harbour Bay, Batam.  Masih ingat kan postinganku sebelumnya jika siang harinya saat jam istirahat aku bertemu dengan Reza si Drummer dan Ikhsan si Additional Bass. Aku bertemu saat mereka ingin menunaikan ibadah sholat jumat di mesjid yang terletak dalam komplek rusunku. Meski sudah menyamar dengan memakai gamis dan kopiah ala pria arab atau pak haji tapi aku tetap mengenali mereka. setelah sedikit memaksa hahaha … mereka akhirnya mau berfoto dengan aku dan teman – teman.
Naaah ….. gara – gara itulah aku jadi makin semangat untuk menonton pertunjukan mereka malam harinya.  Bayangkan saja demi mempersiapkan diri agar terlihat keceh bin cantik di mata “ Ariel “ aku sampai ijin pulang lebih awal untuk mandi dan berdandan … hihihi … agak lebay yaaa … tapi begitulah kalau sudah cinta.  Setelah memakai baju berwarna merah dan kerudung warna senada aku dan Dina tidak ada bedanya dengan fans NOAH yang biasa disebut “ Sahabat NOAH”.

Sahabat NOAH Batam
 Tiba di venue sekitar jam 17.30 Wib. Kami sengaja datang lebih awal karena ingin mendapat lokasi nonton tepat di depan panggung. Berhubung membeli tiket festival dan berdiri jadi harap maklum deh  jika harus berdesakan dengan penonton lain bahkan mulai dari mengantri di pintu masuk. Setelah menunggu  dua jam akhirnya pintu masuk yang di jaga penyelenggara acara beserta petugas kepolisian dibuka. Penonton yang berdesakan sempat membuatku sebal karena mereka seperti tidak sabar untuk segera masuk. Haeduuh … pliss deh! Emang situ aja yang mau ketemu Ariel, ocehku dalam hati.

Suasana di pintu masuk
 Taraaaa …..akhirnya setelah perjuangan mengantri terbayarkan karena kami berhasil mendapat posisi tepat di depan pagar pembatas antara penonton VIP dan Festival.  Sempat sebal dengan seorang ibu .. iya, wanita seumuran dengan ibuku yang berusaha mendesak sekuat tenaga mendorong tubuhku keluar dari deretan depan. Hehe, ternyata pesona Ariel tak mengenal umur mulai dari anak kecil, abg, hingga seorang ibu.  Meski kenyataanya si ibu tidak sanggup berdiri lama bahkan saat konser belum dimulai ia sudah mundur ke belakang.

Lampu panggung menyala terang dan muncul sepasang host untuk membuka acara. Setelah memberikan penjelasan tentang sponsor, media support hingga menayangkan trailer film NOAH yang akan rilis November mendatang  ruangan menjadi gelap. Tiga menit kemudian dalam kegelapan munculah satu demi satu personil NOAH hingga penonton berubah riuh saat suara khas Ariel menyapa. Kilat lampu menyala  disertai  intro gitar dari Lukman dan Uki. Ariel malam itu mengenakan jas dan celana panjang hitam dengan kaos abu – abu.  Menyapa hangat fans di Batam penampilan dibuka dengan lagu  Jika Engkau. Usai lagu pertama di nyanyikan Ariel menerangkan jika ini kedua kalinya NOAH  mengunjungi Batam setelah terakhir tahun 2006 saat masih bernama Peterpan.

Malam itu penonton kembali mengenang lagu – lagu  Peterpan .  Lagu Ada apa denganmu, Tak bisakah, Di atas normal, Yang terdalam, Semua tentang kita, Mimpi yang sempurna. dibawakan dengan suara keren Ariel. Meski sound system dalam ruangan tidak terlalu bagus namun penonton tetap hanyut dan bernyanyi bersama.  Kejadian lucu sempat terjadi saat Ariel meminta penonton  memilih salah satu personil untuk bernyanyi. Berdasarkan tepuk tangan terbanyak akhirnya Reza sang drummer sedikit di paksa ke depan panggung. Di iringi gitar oleh Ariel lagu Mungkin Nanti di bawakan Reza. Gaya yang sedikit kaku membuat penonton tertawa hingga Ariel tidak tega dan mengambil alih sisa lirik.

Penampilan Ariel, Lukman, Uki, David, Iksan dan Reza juga berhasil membuat penonton berteriak riuh saat lagu dari album terbaru mereka “ Seperti Seharusnya “ mulai dibawakan. Puisi Adinda, Hidup untukmu mati tanpamu, Terbangun sendiri, Separuh aku, Tak lagi sama, Ini cinta, hingga Raja negeriku. Sepanjang pertunjukan Ariel selalu mengajak komunikasi dengan penonton. mulai dari bernyanyi bersama, melemparkan pic gitar yang sudah dipakainya juga melemparkan topi yang dikenakan hingga beberapa kali



Berkali – kali Ariel juga mengganti gitar mulai dari gitar akustik hingga elektrik tergantung jenis lagu yang dibawakanya. Saat  lagu Menunggumu dan Mungkin nanti ia menggunakan gitar akustik. Sedangkan di lagu Tak bisakah, Diatas normal atau lagu bernada riang ia menggunakan gitar elektrik. Kadang ia memanggil Uki dan Lukman untuk berbaur ke depan panggung dan berkolaborasi bersama. Ariel juga sempat menceritakan latar belakang beberapa lagu seperti Puisi Adinda yang di buatnya saat masih SMA. Begitu juga lagu Menunggumu yang dijadikan duet dengan Alm. Chrisye.

Jumlah penonton tidak terlalu membludak mungkin karena diadakan di hotel dengan harga tiket sedikit lebih mahal daripada di lapangan terbuka. Penampilan NOAH malam itu memuaskan penonton yang hadir. Hampir 20 lagu dari keseluruhan album mereka bawakan. Meski Ariel berkali – kali mengusap peluh yang mengucur dari wajahnya namun ia tetap semangat mengajak penonton bernyanyi. Kata “ LANJUT “ yang menjadi ciri khasnya selalu terdengar tiap kali ia mengajak penonton berkomunikasi.

 
 
Dua jam terasa sangat sebentar. Kelelahan berdiri sejak mengantri hingga pertunjukan selama hampir empat jam seolah terbang saat bernyanyi bersama. Ariel mengingatkan jika lagu berikutnya merupakan lagu penutup dan kami sempat kecewa. Namun NOAH menutup pertunjukan dengan sempurna. Lagu Topeng menjadi akhir dari pertunjukan. Masih dengan penuh semangat penonton tetap berteriak dan berlonjak keras mengikuti tiap liriknya. 
 

Masalah berat yang pernah menimpa Ariel tidak membuat NOAH terpuruk.  Musik mereka selalu ditunggu oleh fans yang selalu setia. Loyalitas yang ditunjukan para personil NOAH dan sahabat NOAH membuat Ariel bangkit dan berdiri untuk tetap manjadikan band mereka salah satu Band terbaik yang negeri ini miliki.

" Berjalanlah walau habis terang, ambil cahaya cintaku terangi jalanmu
  Diantara beribu lainya ... kau tetap .. kau tetap ... kau tetap benderang "


Kamis, 24 Oktober 2013

Wisata Pulau Putri, Nongsa, pulau yang penuh misteri




Jalan – jalan lagi yuuuukkk ….. kali ini aku dan teman – teman mengunjungi Pulau Putri, Kepulauan Riau. Pulau Putri letaknya satu kilometer di lepas Pantai Nongsa, Kecamatan Nongsa. Batam. Pulau ini merupakan salah satu dari puluhan pulau terluar di Indonesia dan menjadi batas langsung dengan negara Singapura dan Malaysia. Menurut nelayan kita hanya berenang sejauh 13 kilometer untuk mencapai pantai Changi, Singapura atau berkayuh dengan pompong sejauh 16 kilometer untuk sampai ke pesisir Johor, Malaysia. 

Pulau ini terbagi menjadi tiga bagian dan akan menyatu saat laut menjadi surut. Pulau utama memiliki luas hanya sekitar tiga ratus meter dengan pasir putihnya. Pulau ini menghadap langsung ke pantai Nongsa. Bagian pulau lainya terletak di bagian timur yang hampir sebagian daratanya telah terkikis karena abrasi. Yang tersisa hanya tebing setinggi sepuluh meter dan lumayan mengerikan jika kita nekat menyusuri bagian tepinya. Longsornya tanah, ombak yang lumayan tinggi hingga  air pasang bisa menjadi bahaya yang mengancam. Aku memilih menikmati desir angin yang berhembus kuat seraya memperhatikan beberapa pengunjung yang sedang asyik memancing.
Disini kami bisa melihat sebuah tugu sebagai tanda keberadaan pulau. Pada  tugu itu terpahat lambang negara Garuda Pancasila dan negara kesatuan Republik Indonesia lengkap dengan titik kordinat Lintang Utara dan Bujur Timur. Disini juga terdapat menara suar milik Dirjen Perhubungan Laut Tanjung Pinang. Mercusuar yang menyala berfungsi sebagai penuntun bagi kapal – kapal yang lewat agar tidak menabrak karang yang terdapat di sekitar pulau. Mercusuar akan menyala otomatis memakai tenaga surya.


Pulau ini selalu ramai jika akhir pekan karena banyak pengunjung yang ingin berenang atau sekedar berwisata di tepi pantai. Beberapa warung tampak berjejer menjajakan berbagai makanan dan minuman. Mulai dari mie rebus, soft drink, es kelapa muda  hingga jagung bakar. Rimbunan pohon bisa menjadi tempat berteduh diatas tikar atau alas yang bisa di sewa dengan harga Rp 10.000 saja. Disini juga tersedia penyewaan ban yang digunakan untuk anak – anak yang ingin berenang. Sebuah kapal melayu yang karam menjadi tempat lokasi berfoto yang bagus. Kapal kayu tersebut berbentuk rumah lengkap dengan jendela. Di pinggir pantai terlihat perahu nelayan tampak rapi berjejer siap digunakan untuk melaut. 




Oh iya … ada sebuah legenda tentang asal usul pulau Putri. Ada cerita yang mengatakan tentang seekor naga yang kesiangan saat ingin menyeberang ke Malaysia dan tertidur hingga tidak bisa bergerak dan lama kelamaan berubah menjadi sebuah pulau. Oleh karena itu jika kita melihat pulau ini saat sedang surut akan terlihat menyerupai seekor naga. Cerita lain yang  cukup terkenal konon pulau ini dihuni seorang putri yang sangat cantik. Dia selalu meminta tumbal seorang pria yang masih perjaka. Menurut warga setempat sudah beberapa pemuda yang meninggal karena hanyut atau tenggelam. kami sempat mengingatkan  beberapa teman pria yang hendak berenang supaya lebih berhati - hati. Meski di tanggapi dengan wajah pucat mereka tetap menceburkan diri ke laut.

Dibalik misteri yang cukup membuat bulu kuduk merinding tak membuat pulau ini sepi pengunjung. Masih banyak wisatawan lokal maupun turis asing yang kerap menikmati keindahan pantai sambil  menunggu matahari terbit atau tenggelam.
Rabu, 23 Oktober 2013

Wisata Pulau Penyengat, Kepulauan Riau




Jalan Jalan seru kali ini aku dan teman – teman mengunjungi Pulau Penyengat. Pulau ini terletak 3 km dari kota Tanjung Pinang dan berjarak kurang lebih 35 kilometer dari pulau Batam. Kami harus menyeberang dulu dari pelabuhan Punggur menuju pelabuhan Tanjung Pinang menggunakan kapal ferry dengan biaya 115.000/PP dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Dari Pelabuhan perjalanan di lanjutkan dengan naik pompong yaitu perahu kecil yang biasa digunakan para nelayan dengan membayar 15.000/PP. Perahu ini bisa mengangkut 12 orang dengan tujuan yang sama.  


Selama kurang lebih tiga puluh menit naik perahu bisa terlihat barisan pompong, speedboat dan rumah panggung yang berderet di sepanjang pelabuhan. Hamparan laut biru dengan riak gelombangnya membuat perjalanan menjadi seru hingga kami tiba di dermaga Penyengat. Di sekitar dermaga kami sudah di sambut beberapa pedagang yang menjajakan makanan khas pulau. Pulau Penyengat di masa lampau sempat menjadi pusat pemerintahan. Menurut cerita yang beredar asal muasal nama “ Penyengat” diambil dari kisah seorang saudagar yang datang dan hendak mengambil air  lalu disengat oleh sekumpulan lebah. 


Ada beberapa tempat di pulau ini yang dijadikan tempat wisata.  Bangunan  mencolok yang paling dekat dengan dermaga adalah Mesjid Raya Sultan Riau. Mesjid ini berdiri sejak 1832 M pada saat kepemimpinan Raja Abdurrahman., Yang dipertuan Muda Riau VII. Bangunan mesjid seluruhnya berwarna kuning, berdiri dengan megah dan terawat dengan baik. Ada empat buah menara yang berbentuk seperti bawang sebagai kubahnya. Di bagian kanan dan kiri mesjid terdapat bangunan kembar sedangkan bagian belakangnya terdapat makam keluarga sultan. Kubah yang berjumlah 17 buah di seluruh bangunan mesjid sesuai dengan jumlah rakaat sholat lima waktu. Saat itu aku sedang tidak melaksanakan sholat jadi tidak bisa melihat jika di dalam mesjid terdapat perpustakaan Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi, Yang Dipertuan muda Riau X dan kitab-kitab kuno juga alquran dengan tulisan tangan. 


Oh iya, untuk berkeliling Pulau Penyengat ini kami menggunakan Bentor atau Becak Motor. Satu bentor bisa untuk tiga orang dengan biaya 25 ribu/PP.  Cukup menggelikan jika di tengah jalan sesama bentor saling bertemu, jalan yang tidak luas membuat kami was – was jika badan bentor bersentuhan. Untunglah supir bentor yang kami tumpangi sudah lihai mengemudi. Tempat berikutnya adalah kompleks makam bangsawan. Salah satunya komplek makam Raja Hamidah ( Engku Puteri ) pemegang Religa Kerajaan (alat-alat kebesaran kerajaan). Raja Hamidah adalah permaisuri Sultan Mahmud Syah III (1760-1812). Sultan Mahmud Syah III adalah keturunan Sultan Riau IV dengan gelarnya Raja Haji Fisabilillah.  



Disini juga terdapat makam Raja Ali Haji ( 1808-1873 ), pahlawan nasional dalam bidang sastra juga pujangga terkenal dengan karya Gurindam 12. Di dalam komplek pemakaman terdapat 12 pasal syair melayu yang berisikan nasihat – nasihat tentang kehidupan.  Ada juga makam Raja Ahmad, penasehat kerajaan juga Raja Haji Abdullah, yang Dipertuan Muda Riau-Lingga IX (1855-1858) serta Permaisurinya Tengku Aisyah.



Tempat selanjutnya yang terletak di pinggir laut adalah Balai Adat Melayu Indera Perkasa. Bentuknya berupa rumah panggung dengan kayu yang kokoh. Balai adat ini digunakan sebagai penyimpanan perkakas raja dan tuan putri. Di dalamnya terdapat pelaminan pengantin adat melayu dengan warna kuning keemasan.  Kami langsung berfoto narsis di pelaminan seperti pengantin melayu hahaha …. . Di bawah bangunan terdapat sumur yang  merupakan  salah satu daya tarik bagi pengunjung. Menurut cerita jika membasuh wajah atau kaki menggunakan airnya bisa mendatangkan keberkahan. Sumur ini sudah berusia ratusan tahun dan konon merupakan sumber mata air pertama di Pulau Penyengat. 


Seraya menikmati keindahan pulau kami mencicipi masakan khas penyengat yang dinamakan “ Asma Roja “. Makanan ini terdiri dari kepiting yang sudah dihancurkan lalu dicampur dengan tepung yang sudah diberi bumbu lalu digoreng. Setelah di potong menjadi ukuran kecil disajikan dengan sambal bumbu kacang di taburi ketimun dan bawang goreng. Dipadukan dengan semangkuk es buah segar membuat  hawa panas udara laut menjadi tidak terasa.




Jadiiii ... buat kalian yang sedang berkunjung ke pulau Batam dan sekitarnya, jangan lupa untuk mampir dan menikmati keindahan serta sejarah Pulau Penyegat yang sudah berusia ratusan tahun ini.